Apabila kesalahan ditudingkan ke pemerintah, maka departemen yang bersangkutan langsung berkelit dengan alasan adanya kebijaksanaan dari departemen lain yang mengatur sisi berbeda, dan sudah di luar ranah kewenangan masing-masing departemen. Kalau kita runut lagi, maka sumber masalah sebetulnya adalah ketidaksiapan masyarakat Indonesia untuk membangun industri teknologi tinggi semacam telekomunikasi dan komputer.
Ketidaksiapan ini kalau kita rincikan lagi, maka akan terlihat kenyataan yang ada di masyarakat, khususnya dunia TIK Indonesia, bahwa semua terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia tidak menunjang untuk dapat membangun industri dengan baik. Pada saat ini, kebanyakan pebisnisnya hanya memikirkan keuntungan sekejap dan selalu mau melakukan potong kompas untuk dapat memenuhi harapannya.
Pemikiran pebisnis yang mau untungnya sendiri sebetulnya dilatarbelakangi oleh ketidaksiapan SDM untuk menunjang bisnisnya, di samping banyak peraturan yang tidak ditunjang oleh pemerintah daerah atau setempat, sehingga akhirnya menjadi "never ending story".
Kalau misalnya standar WiMAX 802.16d sudah dijalankan sejak tiga tahun yang lalu, mungkin industri yang berkaitan dengan teknologi WiMAX di Indonesia sudah jalan lancar, dan sangat mudah untuk bergerak ke generasi WiMAX berikutnya, 802.16e. Kalau pemerintah Indonesia cukup sigap mengantisipasi kemajuan teknologi yang ada, mungkin kita tidak akan keteteran seperti sekarang. Lihat saja bagaimana pemerintah Taiwan yang cukup lihai memutar standar 802.16d menjadi 802.16e sebagai standar WiMAX nasionalnya dalam waktu tiga tahun, dan sudah berhasil mengantisipasi masalah utamanya dengan mulus.
Inti dari keinginan kita membangun industri nasional ini sebetulnya adalah meningkatkan kualitas SDM, sekaligus kita meringankan devisa negara untuk pembelian perangkat telekomunikasi, dan komputer tersebut. Meningkatkan kualitas SDM merupakan prioritas nomor satu, karena tanpa ketersediaan SDM yang cukup, kita tidak akan mampu membangun industri yang diharapkan. Pada kenyataannya, saat ini tenaga ahli di bidang industri telekomunikasi dan komputer masih sangat terbatas.
Ketidakpedulian dunia industri akan peningkatan SDM ini menyebabkan kurangnya tenaga ahli madya yang mampu merancang dan membangun sistem dengan baik, sementara pada tingkat menengah kebutuhan teknisi sudah dapat dipenuhi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Selama ini, teknisi SMK sudah dipandang cukup untuk menjalankan bisnis TIK, karena tahapan kita saat ini hanya di perdagangan saja, belum sampai menjadi produsen.
Sumber : Majalah InfoLinux 04/2010
No comments:
Post a Comment