Thursday, August 25, 2011

Mencoba 1 komputer dengan 4 monitor

Kebutuhan akan sebuah sistem komputer yang bisa punya 4 monitor sekaligus adalah sebuah keniscayaan. Untuk mendapatkan sistem seperti ini prosesnya sangat panjang, dimulai sejak akhir 2010. Namun baru bisa terlaksana saat ini. Kendala utama adalah belum dimilikinya sebuah komputer desktop yang memadai.

Dalam kesempatan ini digunakan komputer desktop HP Pavillion P6000 series dengan model p6521l (baca: papa 6521 lima). Kebetulan desktop ini dilengkapi dengan slot PCI-E. Ini tentunya sesuai dengan card VGA yang mendukung 4 monitor, yaitu card VGA NVIDIA Quadro NVS 450 dengan memori 974MB. Agar card VGA NVIDIA bisa dipasang, card VGA yang ada di HP p6521l dilepas terlebih dahulu, dan yang onboard di-disable.

Meskipun sudah ada komputer desktop yang memiliki slot PCI-Express dan card VGA NVIDIA Quadro NVS 450, namun masalah tidak berhenti di sini. Masalah lain muncul, karena port NVIDIA Quadro NVS 450 tidak sesuai dengan port yang dimiliki LCD Monitor. NVIDIA Quadro NVS 450 memiliki port "DisplayPort" sedangkan LCD monitor memiliki port VGA. Untuk mengatasi ini, dibutuhkan sebuah konverter, katakan sebuah adapter dari DisplayPort ke VGA. Konverter ini saya dapatkan di Dusit Mangga Dua Jakarta tanpa merek namun memiliki tipe yaitu DTV-100, bukan tipe DTV-100MD. Tipe DTV-100MD bisa untuk MacBook, MacBook Pro atau MacBook Air karena memiliki Mini DisplayPort.

Pada awal pemasangan card VGA NVIDIA Quadro NVS 450, komputer desktop tidak memberi tampilan apapun. Awalnya cukup bingung penyebabnya. Esok hari dicoba lagi. Dan ternyata berhasil. OS yang digunakan adalah Windows 7.

DisplayPort to VGA Adapter ini bisa digunakan untuk resolusi 1920x1200 @ 60 Hz. Fitur-fiturnya adalah
  • Compliant with DisplayPort 1.1a & VESA VSIS v1r2
  • 1/2 lanes at 1.62Gbps or 2.7Gbps
  • Bidirectional AUX channel up to 1 Mbps
  • Enhances video signals for dispance up to 15 meter
  • 8 bit DAC for VGA output, 24 bits per pixel support
  • Pixel rate up to 178 MHz, 6/8 bit RGB color format support
  • Automatic monitor plug and unplug detect support
  • EDID and MCCS, passs through support
  • Supports VGA, SVGA, XGA, SXGA, UXGA, WUXGA (1920 x 1200 @ 60 Hz) & 1080p monitors
  • Connector input : DP 20 pin Male
  • Connector output : HD-15 Female
  • Cable length : 0,15 meter
  • Housing : plastic
  • Dimension : 70x52x23 mm
Pada sisi komputer desktop, setting di BIOS perlu disesuaikan agar secara default, tampilannya diarahkan ke VGA Card bukan VGA Onboard. Untuk masuk ke BIOS, tekan F10 sesaat setelah komputer dihidupkan (booting). Pilih menu Advanced lalu Primary Video Adapter. Pilihah PCI-E, bukan onboard.  Hanya informasi, onboard pada komputer desktop HP p6521l memiliki pilihan memori 32 MB, 64 MB dan 128 MB. Adapter type : standard VGA graphics adapter dengan chip type Interl (R) Ironlake Desktop Graphics Chipset.

Kesimpulan

Untuk membuat sistem komputer yang mendukung 4 monitor sekaligus, dibutuhkan :
  1. Komputer (desktop) yang memiliki slot PCI-E (16 bit) dengan OS Windows 7. Penggunaan Fedora 15 belum berhasil.
  2. VGA Card NVIDIA Quadro NVS 450 dan driver-nya. Perlu dicoba driver untuk Linux 32 bit atau Linux 64 bit.
  3. DisplayPort to VGA Adapter (konverter)
  4. LCD Monitor dengan port VGA
Lihat juga :
1. NVIDIA Quadro NVS 450

    Tuesday, August 23, 2011

    "Tiongkok", "Cina" dan "China" Dalam Diplomasi Indonesia

    A. Pendahuluan

    Di Kemlu RI saat ini masih terdapat kerancuan dalam menterjemahkan "Zhong Hua Ren Min Gong He Guo" (nama resmi negara tersebut dalam bahasa Mandarin). Dalam bahasa Inggris, secara konsisten digunakan istilah "People’s Republic of China", yang merupakan nama resmi negara tersebut di PBB. Tetapi dalam Bahasa Indonesia, masih belum dibakukan apakah terjemahannya menjadi "Republik Rakyat Tiongkok" atau "Republik Rakyat Cina" atau "Republik Rakyat China"?

    Sangat disayangkan bahwa di saat Indonesia sedang mengupayakan kebijakan luar negeri yang lebih terintegrasi dan terarah, kerancuan dalam penggunaan "Tiongkok", "Cina", dan "China" masih menjadi sebuah permasalahan yang mendasar. Hal ini seperti menandakan "lack of coherence" atau "lack of unison" dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri di Kemlu. Apakah mungkin melakukan formulasi kebijakan yang komprehensif kalau secara internal masih ada perbedaan dalam mengidentifikasi target diplomasi itu sendiri?

    B. Sejarah Penggunaan Terminologi "Tiongkok" di Indonesia

    Sebutan "Tiongkok" berasal dari zaman dinasti Shang ketika daratan Tiongkok terpecah jadi banyak kerajaan kecil. Ketika dinasti Shang menguasai wilayah di bagian tengah wilayah yang sekarang menjadi People’s Republic of China, kerajaan ini disebut "Zhong Guo", yang berarti "Negara Tengah".

    Secara linguistik, istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa" hanya ditemukan di Indonesia karena lahir dari pelafalan "Zhong Guo" dalam Bahasa Indonesia dan dialek Hokien (yang digunakan di Provinsi Fujian, dari mana banyak etnis Tionghoa di Indonesia berasal). Oleh karena itu, kedua istlah tersebut tidak didapatkan di negara-negara tetangga yang bahasanya juga mempunyai akar bahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei. Namun demikian, di Asia, variasi dari istilah "Tiongkok" digunakan di Jepang ("Chugoku"), Korea ("Jungguk"), dan Vietnam ("Trung Quoc").

    Pada permulaan Abad ke-19, masyarakat Tionghoa di Indonesia membangun organisasi-organisasi dan sekolah-sekolah sebagai upaya untuk pengenalan lebih mendalam terhadap tanah leluhur. Dalam proses tersebut, penyebutan "Cina" (pada saat itu ditulis "Tjina") dikurangi karena dianggap merendahkan. Sebagai gantinya, istilah "Tiongkok" digunakan untuk penyebutan negara, dan "Tionghoa" untuk sebutan orang.

    Pada tahun 1910, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan dan menyebut masyarakat Tionghoa dengan terminologi "Cina". Dari perspektif masyarakat Tionghoa di Indonesia, penggunaan istilah "Cina" merupakan bentuk penghinaan, terutama karena masyarakat Tionghoa di Indonesia status kelasnya diletakkan lebih rendah dari orang Barat dan Jepang. Pada tahun 1928, Gubernur Belanda mengganti penggunaan istilah menjadi "Tiongkok" dan "Tionghoa".

    Sejak saat itu pula, tokoh-tokoh perjuangan nasional Indonesia seperti Ki Hajar Dewantoro, H.O.S. Tjokroaminoto, Sutomo dan Sukarno menggunakan istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa". Beberapa ulasan sejarah mengatakan bahwa penggunaan istilah-istilah ini antara lain sebagai ucapan terima kasih karena surat kabar Sin Po di Tiongkok adalah koran asing pertama yang mengganti sebutan "Hindia Belanda" menjadi "Indonesia". Surat kabar Sin Po juga adalah yang pertama kali memuat teks lagu Indonesia Raya.

    Pada saat pembukaan hubungan diplomatik di tahun 1950, dokumen resmi yang ditandatangi kedua belah pihak menggunakan "Republik Rakyat Tiongkok" untuk sebutan "Zhong Hua Ren Min Gong He Guo", yang selanjutnya digunakan dalam segala persuratan resmi di antara kedua negara.


    C. Penghapusan Terminologi "Tiongkok" dari Bahasa Indonesia

    Trend penggunaan istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa" berubah setelah meletusnya peristiwa G30S-PKI dan semakin maraknya arus anti-Cina di tanah air. Dalam iklim politis yang kurang kondusif demikian, pada tahun 1966, Seminar Angkatan Darat ke-2 di Bandung dalam laporannya mengambil kesimpulan sebagai berikut:

    "Demi memulihkan dan keseragaman penggunaan istilah dan bahasa yang dipakai secara umum di luar dan dalam negeri terhadap sebutan negara dan warganya, dan terutama menghilangkan rasa rendah-diri rakyat negeri kita, sekaligus juga untuk menghilangkan segolongan warga negeri kita yang superior untuk memulihkan penggunaan istilah ‘Republik Rakyat Tjina’ dan ‘warganegara Tjina’ sebagai ganti sebutan ‘Republik Rakyat Tiongkok’ dan warga-nya."

    Pada 25 Juli 1967, Presidium Kabinet Ampera mensahkan keputusan Seminar tersebut dengan pertimbangan bahwa istilah tersebut adalah yang "disenangi rakyat Indonesia". Kebijakan ini diresmikan dengan penerbitan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. 6 Tentang Masalah Cina, yang isinya secara spesifik melarang penggunaan istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa" karena nilai-nilai psikologis yang dianggap merugikan rakyat Indonesia.

    Dalam tanggapannya, Pemerintah RRT melalui surat kabar Renmin Ribao pada tanggal 27 Oktober 1967 menyampaikan bahwa "perubahan sepihak Pemerintah Indonesia atas sebutan nama negara Tiongkok, adalah penghinaan besar dan rakyat Tiongkok menyatakan ‘sangat marah’ atas sikap Pemerintah Indonesia yang tidak bersahabat tersebut." Protes tersebut disampaikan berkali-kali sampai akhirnya hubungan diplomatik kedua negara dibekukan.

    Pada tanggal 6 Desember 1967, ditetapkan Inpres No. 14 Tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang tujuannya untuk semakin menekan kebebasan berekspresi masyarakat Tionghoa di Indonesia, termasuk penggunaan istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa".

    Semenjak itu, praktis tidak pernah lagi terdengar penggunaan istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa" dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Yang ada hanya istilah "Cina", yang walaupun secara tata bahasa dinilai netral, namun kerap digunakan dengan tendensi merendahkan.

    D. Penggunaan Terminologi "China" Sebagai Kompromi

    Pada saat normalisasi hubungan diplomatik kedua negara di tahun 1990, penyebutan "People’s Republic of China" dalam bahasa Indonesia menjadi salah satu faktor perselisihan antara kedua pihak yang berunding. Secara prosedural, Surat Presidium Kabinet Tahun 1967 masih melarang penggunaan istilah "Tiongkok", sedangkan pihak Pemerintah RRT menilai penggunaan istilah "Cina" tidak merefleksikan itikad baik dari proses normalisasi hubungan diplomatik.

    Mengingat kepentingan untuk men-golkan upaya normalisasi hubungan diplomatik, kedua belah pihak akhirnya mencapai kesepakatan resmi untuk memformulasikan penggunaan "Republik Rakyat China", atau menggunakan ejaan "China" dalam bahasa Inggris. Dengan penulisan seperti ini, maka dalam pelafalannya, baik dalam bahas Inggris maupun Bahasa Indonesia, Tiongkok disebut dengan "cai.na".

    Dapat dimengerti alasan dari proses kompromi ini. Namun demikian, yang menjadi permasalahan adalah status istilah "China" dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ke-empat tahun 2008, istilah "Cina" tetap dieja tanpa hufu "h" dan dibaca "Ci.na", bukan "Cai.na". Selain itu, penjelasan mengenai "Cina" adalah
    1. sebuah negeri di Asia; Tiongkok;
    2. Bangsa yg tinggal di Tiongkok; Tionghoa.

    Oleh karena itu, penggunaan istilah "China" (baik dalam penulisan maupun pelafalannya) dapat dilihat seandainya memaksakan istilah bahasa Inggris "China" ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini mungkin bisa saja diterima. Namun demikian, kalau memang ada upaya untuk meng-Indonesiakan nama "Zhong Guo" dari bahasa Inggris, mengapa tidak meng-Indonesiakan juga nama-nama "Amerika Serikat", "Inggris", "Perancis", "Belanda" dan lain lain?


    E. Penggunaan Kembali Terminologi "Tiongkok" di Masa Reformasi

    Pada awal masa reformasi di Indonesia, Presiden Abdurrahman Wahid melakukan pencabutan atas Inpres No. 14 Tahun 1967 yang dianggap diskriminatif dan tidak sesuai dengan norma-norma reformasi. Namun demikian, Surat Presidium Kabinet Ampera No. 6 Tahun 1967 (mengenai pelarangan penggunaan istilah-istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa") tidak turut dicabut.

    Presiden Wahid adalah salah satu tokoh reformasi yang memelopori penggunaan kembali istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa". Di dalam laporan kerja Pemerintah bulan Agustus 2000, Presiden Wahid sudah secara tegas menggunakan sebutan "Republik Rakyat Tiongkok" dan tidak lagi menyebut "Republik Rakyat Cina".

    Presiden Megawati Soekarnoputri juga melakukan hal yang serupa pada masa kepemimpinannya. Bahkan pada tahun 1998, sewaktu Presiden Megawati masih menjabat sebagai Wakil Presiden, beliau menyampaikan di depan rapat massa di Jawa Timur bahwa "sejak dahulu sampai sekarang, saya tetap menggunakan sebutan Tiongkok dan Tionghoa, keyakinan saya ini tidak berubah untuk selama-lamanya".

    Trend ini nampaknya yang diteruskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam melakukan diplomasi dengan RRT sekarang.


    F. Rekomendasi Kebijakan

    Penggunaan istilah "China" kiranya tidak lagi digunakan karena tidak sejalan dengan tata bahasa Indonesia yang baik. Istilah "China" merupakan sebuah kompromi yang memang telah diterima oleh pihak RRT. Pihak Kedubes RRT di Jakarta bahkan telah melakukan diplomasi publik ke berbagai media setempat untuk memastikan penggunaan "China", bukan "Cina".

    Dapat dimengerti pula keengganan beberapa pihak untuk melakukan pergantian karena sudah terbiasa dengan istilah "China". Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa upaya untuk menunjukkan komitmen terhadap persahabatan dengan RRT sekiranya tidak mengorbankan integritas dari identitas nasional Indonesia yang dicerminkan oleh penggunaan bahasa yang baik dan benar.

    Dengan tidak akan digunakannya lagi istilah "China", maka opsi yang dapat dijadikan pertimbangan adalah sebagai berikut:

    Opsi A:
    Menggunakan istilah "Cina". Opsi ini harus ditindaklanjuti dengan penjelasan kepada pihak RRT agar kiranya tidak terlalu sensitif dalam mengartikan penggunaan istilah "Cina" karena secara aturan tata bahasa, istilah tersebut bernuansa netral dan tidak mengandung konotasi negatif atau merendahkan;

    Opsi B:
    Menggunakan istilah "Tiongkok". Istilah "Tiongkok" dibenarkan dalam tata bahasa Indonesia dan selama ini terbukti dapat diterima oleh pihak RRT. Namun demikian, secara hukum, penggunaan "Tiongkok" masih tidak diperbolehkan karena Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. 6 tahun 1967 belum dicabut. Saat ini ada beberapa pihak, termasuk seorang anggota DPR-RI yang tengah mengajukan pengujian materi atas Surat Edaran tersebut kepada Mahkamah Konstitusi.

    Menilai opsi-opsi yang ada, sebagai rekomendasi awal, kiranya dapat dipertimbangkan penggunaan kembali istilah "Tiongkok", "Republik Rakyat Tiongkok", dan "Tionghoa" dalam diplomasi Indonesia.

    Hal ini tentunya memerlukan upaya-upaya tertentu, terutama mengingat legalitas istilah "Tiongkok" dan kelaziman penggunaannya di masyarakat kita. Mungkin diperlukan upaya untuk mencabut peraturan-peraturan diskriminatif yang dicetuskan pada masa Orde Baru.

    Memang bagi banyak pihak, istilah-istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa" sekarang terdengar aneh atau tidak lazim. Namun demikian, istilah-istilah ini tidak pernah punah dari Bahasa Indonesia. Hanya saja, penggunaannya selama ini "diharamkan" oleh kondisi politik dan instruksi pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan tidak simpatik terhadap Tiongkok.

    Terlepas dari hipotesis ini, kiranya dapat tetap dilakukan tahapan-tahapan sebagaimana yang telah direkomendasikan sebagai proses pengambilan kebijakan yang komprehensif dan inklusif.

    G. Pandangan Akhir

    Pelurusan terhadap penyebutan "Zhong Guo" dalam bahasa Indonesia memang bukan sesuatu yang dapat dilakukan dalam satu malam. Upaya ini juga belum tentu dapat dilakukan di kalangan masyarakat umum mengingat telah mendarah-dagingnya istilah "Cina" dalam psikologi rakyat Indonesia secara umum.

    Namun demikian, demi mengupayakan kesamaan dalam upaya berdiplomasi dengan salah satu mitra terpenting Indonesia di kawasan, maka diperlukan terminologi yang serasi, setidak-tidaknya di tubuh Kemlu RI.

    Proses demokrasi dan reformasi terus bergulir, menciptakan Indonesia baru dan meningkatkan nasionalisme yang moderen dan percaya diri. Demokrasi dan reformasi juga meningkatkan persahabatan yang harmonis antara segenap masyarakat di dunia. Perubahan juga layaknya ditujukan kepada upaya membangun diplomasi yang lebih canggih dan memegang teguh prinsip "thousand friends, zero enemy".

    Dari pandangan sejarah dan titik tolak persahabatan rakyat kedua negara yang harus saling menghargai dan menghormati, patut dipahami permohonan Pemerintah RRT untuk tidak digunakannya istilah "Cina". Namun demi integritas bangsa Indonesia, penggunaan istilah "Cina" (dengan pelafalan "cai.na") seharusnya juga tidak dibenarkan.

    Oleh karena itu, seharusnya bukan menjadi permasalahan bagi Pemerintah Indonesia untuk kembali menggunakan sebutan "Tiongkok" dan sebutan lengkap Republik Rakyat Tiongkok sebagaimana tertulis pada Perjanjian Pembukaan Hubungan Diplomatik Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia tahun 1950.

    Santo Darmosumarto.
    12 Agustus 2011
    Sumber :
    http://diplomatic-knots.blogspot.com/2011/08/tiongkok-cina-dan-china-dalam-diplomasi.html
    http://asean-community.com/?p=614

    Sunday, August 21, 2011

    Fitur Terbaru Firefox 5

    Para pengembang proyek Mozilla telah memublikasikan rilis final untuk versi 5.0 dari Firefox. Mozilla telah mengadopsi model versi yang sama dengan yang digunakan oleh Google untuk browser Chrome.

    Salah satu perubahan paling penting di Firefox 5 adalah penambahan dukungan animasi CSS, sebuah fitur yang telah dimiliki browser Safari dan telah ditawarkan beberapa waktu lalu.
    Perubahan lain misalnya ditingkatkannya canvas, JavaScript, memori, dan networking performance, serta pembaruan mendukung standar HTML5, XHR, MathML, dan SMIL. Pada desktop environment, integration bagi pengguna Linux juga ditingkatkan. Preferensi Do-Not-Track header telah dipindahkan untuk meningkatkan discoverability serta memperbaiki bug pada WebGL.

    Dirilis secara bersamaan adalah rilis final untuk Firefox 5.0 untuk Android yang menambahkan dukungan untuk IPv6, "overflow: scroll" dan "overflow: auto" CSS properties, Restartless Add-on dan HTML5 online/offline event. Pengguna dapat men-download rilis dari Android Market. Sourcecode Firefox ini dirilis di bawah lisensi berlapis: Mozilla Public License (MPL), GPLv2 dan LGPLv2.

    Sumber : Majalah InfoLINUX 07/2011

    Tiny Core Linux Minimalis

    TinyCore yang dipimpin pengembang Robert Singledecker telah mempublikasikan distribusi Linux Tiny Core versi 3.7 yang minimalis. Menurut situs proyek, tema versi terbaru adalah "Meningkatkan Integritas dan interoperabilitas".

    Tiny Core Linux 3.7 berbasis Linux kernel 2.6.33.3 dan termasuk modul kernel baru untuk NTFS yang Memungkinkan akses baca dan tulis ke partisi NTFS. Rebuildfstab juga telah diperbaharui untukmendukung NTFS-3G. Perubahan lain termasuk ikon baru untuk Editor dan Run, versi 6.62 dari LibFreeType ront library, dan update ke Control Panel, AppsBrowser dan AppsAudit.

    Di sini, diperkenalkan starter packs. Sebagai contoh, instalasi GUI program dan dukungan ekstensi yang diperlukan sekarang dikemas bersama dalam "install.gz" dengan semua peralatan yang biasanya diperlukan untuk konektivitas: sebuah tiny Wi-Fi manager (termasuk di dalam "network.gz").

    Dibandingkan dengan versi sebelumnya, para pengembang sekarang telah menciptakan sebuah "multi-core" ISO image baru yang keduanya berisi Tiny Core & Micro Core installation, serta Network Tools Edition. ISO Multicore untuk versi 3.7 hanya berkapasitas 45.5 MB.

    Sumber : Majalah InfoLINUX 07/2011

    GoogIe Nexus 4G dengan Android 4.0

    Google tengah mempersiapkan Nexus 4G, begitulah rumor yang Banter beredar. Dikutip dari posting Boy Genius Report, Google segera merilis perangkat Nexus terbaru dari Google yang mengusung berbagai fitur hebat: smartphone yang nantinya akan diberi nama Nexus 4G. Yang cukup mengejutkan, ponsel ini akan memakai sistem operasi Android terbaru, android 4.0 Ice Cream Sandwich dan nrosesor next-generation dual-core 1.2 GHz atau 1.5 GHz. Prosesor ini adalah OMAP 4460 atau Snapdragon Krait 28nm ultra low power, bukan prosesor NVIDIA Kal-El seperti yang diperkirakan selama ini.

    Dibekali layar berukuran besar ("monster-sized" screen), ponsel ini memiliki resolusi 720p HD tanpa tombol menu fisik. Semuanya akan berbasis software. Fitur lainnya: koneksi 4G, RAM 1 GB, kemampuan merekam dan memutar video 1080p, dan dua buah kamera. Kamera belakang beresolusi 5 megapixel dan kamera depan 1 megapixel. Bukan itu saja, Nexus 4G dikatakan akan memiliki dimensi yang ultra-tipis.

    Mengenai ketersediaan produk, Google disebut akan menyiapkannya pada saat liburan Thanksgiving (akhir tahun 2011). "Thanksgiving akan menjadi waktu yang ideal untuk (Nexus 4G) dipasarkan, dari sudut pandang semua orang. Saat itulah pembeli akan mencoba mendapatkan barang-barang yang dipasarkan," kata Ramon Llamas, seorang analis senior di IDC, TechNewsWorld.

    Diperkirakan, handset ini akan didistribusikan oleh operator AT&T Amerika Serikat dan menjadi perangkat smartphone 4G atau Long Term Evolution (LTE) pertama. "Kemungkinan, Google akan bekerja sama dengan produsen smartphone untuk membuat perangkat. Dia mengambil Samsung dan HTC produsen Taiwan sebagai kemungkinan yang akan dipilih", Llamas berpendapat.

    Sumber : Majalah InfoLINUX 07/2011

    Rilis Tiki Wiki CMS 7.0

    Tim pengembangan Tiki mengumumkan rilis terbaru versi 7.0 dari open source CMS wiki groupware. Rilis ini mencakup lebih dari 200 perbaikan dan perbaikan kode serta beberapa fitur baru yang ditunggu-tunggu.

    Menurut pengembang, Tiki 7.0 menandai awal gerakan menuju HTML5, serta merupakan titik berakhirnya dukungan untuk IE6. Sebuah pencarian baru untuk infrastruktur terpadu berdasarkan Zend Lucene kini disertakan, misalnya merek baru Theme Generator untuk menyesuaikan instalasi. Perubahan lainnya, contohnya integrasi dengan OpenStreetMap dan Zotero, drag-and-drop modul, slide yang bisa diubah, dan penambahan puluhan plug-in baru seperti Blip. tv, Vimeo dan TokenAccess. Tiki 7.0, sekarang memerlukan versi 5.2 dari PHP atau yang lebih baru untuk mendukung ponsel jQuery Mobile yang menggantikan HAWHAW.

    Dalam catatan pengembang, untuk versi 6 akan menjadi proyek Long Time Support (LTS) (didukung sampai 2013) dan pengembangan Tiki 3.x resmi berakhir. Jadi, Anda yang ingin membangun dan memelihara situs web, wiki, groupware, CMS, forum, blog, bug tracker, atau proyek lain, gunakan Tiki Wiki CMS yang berlisensi di bawah LGPL 2.1.

    Sumber : Majalah InfoLINUX 07/2011

    Software Radio Airtime

    Pengembang Sourcefabric telah merilis update software opensource Airtime radio dengan menambahkan sejumlah perbaikan yang membuatnya lebih mudah untuk menginstal dan meng-upgrade ke versi terbaru.

    Airtime adalah sebuah aplikasi server yang memungkinkan pengguna, dari web browser modern, untuk meng-upload audio, membuat playlist dengan drag and drop, menggabungkan lagu transisi, menampilkan build complete, serta melihat jadwal untuk transmisi.Versi terbaru 1.8.2 mencakup 58 perbaikan. Lebih signifikan, proses instalasi dan upgrade telah disederhanakan dan sebuah program command-line baru: Airtime-check-system, dapat memvalidasi komponen instalasi Airtime. Setelah umpan balik dari pengguna, sejumlah perubahan kecil telah dibuat untuk antarmuka: layar Now Playing sekarang menampilkan apakah sedang direkam atau tidak.

    Batas upload untuk file audio juga meningkat dari 100 MB hingga 500 MB. Screenshots tersedia di situs web proyek. Rincian tentang rilis dan sebuah video singkat juga dapat ditemukan dalam posting berita pengumuman dan perubahan di log. Airtime 1.8.2 tersedia untuk didownload dari sourcefabric.org. Sourcecode berlisensi di bawah GPLv3.

    Sumber : Majalah InfoLINUX 07/2011

    Merayakan 20 Tahun Sistem Operasi Linux

    Tahun ini merupakan tahun yang yang ke-20, Linux Foundation juga sangat berarti bagi Linux. Usia memberikan program Beasiswa LiLinux terhitung telah mencapai dua dekade (20 tahun). Sejarah Linux bermula dari seseorang bernama Linus Torvald. Pada musim semi tahun 1991 lalu, Linus secara resmi membuat sistem operasi yang dicipkannya menjadi open source. Saat itulah, Linus menjadikan sistem operasi Linux berlisensi GPL.

    Semenjak itu, banyak sekali orang yang tertarik menggunakan Linux. Mereka membuat berbagai distro seperti mandriva serta ubuntu dan akhir-akhir ini Linux merambah dunia mobile dengan distro Maemo (Nokia), dan Android yang dikembangkan oleh Google. Sebagai bagian dari perayaan ulang tahun Linux yang ke 20, Linux Foundation juga memberikan program beasiswa Linux dengan tema Hari Pelajar "Learning Linux" yang akan mengambil bagian pada LinuxCon 2011 di tanggal 16 Agustus.

    Program beasiswa tersebut akan memberikan 5 beasiswa kepada mahasiswa ilmu komputer dan pengembang Linux yang menunjukkan potensi luar biasa dalam membentuk masa depan Linux. Nilai yang akan diberikan pada masing-masing adalah sekitar US$1.000. Linux Foundation mengklaim bahwa kebutuhan skill pengembangan perangkat lunak berbasis Linux saat perekrutan tenaga IT sangat besar.

    Tepatnya tanggal 17-19 Agustus 2011, acara LinuxCon diadakan di Hyatt Regency di Vancouver, Kanada. Acara ini akan diisi banyak pembicara seperti Direktur Eksekutif Linux Foundation, Jim Zemlin dengan judul "Imagine a World Without Linux" diikuti presentasi tentang "The Challenges of the Next 20 Years of Linux" oleh Jim Whitehurst, CEO Red Hat. Pada event ini, akan dilakukan juga pengumuman pemenang kontes video "We're Linux" untuk ketiga kalinya.

    Jika Anda ingin melihat jadwal atau mengikuti acara LinuxCon 2011. Anda bisa membuka situs http://events.linuxfoundation.org.

    Sumber : Majalah InfoLINUX 07/2011