Saturday, November 21, 2009

Fusi: Energi Masa Depan

Fusi (reaksi penggabungan inti atom) adalah sumber energi potensial yang paling dramatis di masa mendatang. Metodenya, sama seperti memanfaatkan bintang-bintang yang terbakar. Diproduksi ketika dua atom digabungkan menjadi satu, energi fusi dapat memuaskan tuntutan kebutuhan energi yang besar di masa mendatang. Bahan bakar akan cukup untuk satu milenium. Fusi takkan memroduksi limbah radioaktif yang tahan lama dan tak ada yang dapat dimanfaatkan teroris atau pemerintah untuk diubah menjadi senjata. Namun, fusi juga membutuhkan sejumlah perangkat mesin paling rumit yang ada di Bumi.

Beberapa ilmuwan menyatakan, fusi dingin - yang menjanjikan energi dari botol sederhana dalam suhu ruangan, sehingga tak perlu wadah canggih - mungkin berhasil. Pendapat ini terlalu jauh: Fusi dingin belum begitu sukses. Fusi panas agaknya lebih mungkin berhasil, tetapi memakan biaya miliaran dolar AS dan membutuhkan waktu pengembangan beberapa dekade.

Fusi panas sulit dilakukan karena bahan bakar - sejenis hidrogen -harus dipanaskan kira-kira hingga seratus juta derajat Celsius, sebelum atom-atom mulai difusikan. Pada temperatur itu hidrogen membentuk cairan keruh, uap dari partikel-partikel berisi listrik yang sulit dikendalikan, dinamakan plasma. "Plasma adalah zat paling umum di alam semesta,” ujar seorang fisikawan, "tetapi plasma juga paling tak beraturan dan paling sulit dikendalikan." Menciptakan dan menampung plasma begitu menantang, sehingga tak ada uji coba fusi yang menghasilkan energi lebih dari 65 persen dibandingkan energi yang diambil untuk memulai reaksi.

Kini para ilmuwan di Eropa, Jepang, dan AS memperbaiki proses, mempelajari cara-cara lebih baik untuk mengendalikan plasma dan mencoba meningkatkan energi yang dihasilkan. Mereka berharap reaktor uji coba senilai enam miliar dolar AS yang disebut ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) akan mengawali proses fusi -yang dikenal para fisikawan sebagai "membakar plasma."

Seperti disepakati semua pakar energi, hanya ada satu kekuatan yang lebih sulit dikelola dibandingkan plasma: Politik. Proyek ITER telah ditunda lantaran masalah yang kelihatannya sederhana. Sejak 2003, negara-negara yang berpartisipasi - termasuk banyak negara maju (Cina, Uni Eropa, Jepang, Korea Utara, Rusia, dan AS) -gagal mencapai kesepakatan di mana mesin akan dibangun. Tetapi pada Juni lalu sebuah kesepakatan akhirnya dicapai: Reaktor miliaran euro akan dibangun di Cadarache, Prancis.

Meskipun sebagian dari para politikus yakin bahwa upaya mengembangkan teknologi energi baru harus diserahkan pada kekuatan pasar, banyak pakar yang tak sependapat. Bukan hanya karena mahal untuk memulai suatu teknologi baru, melainkan juga karena pemerintah seringkali mau mengambil risiko yang tak mau diambil perusahaan swasta.

Tanpa dukungan besar dari pemerintah, kata Martin Hoffert dari New York University, kita mungkin terpaksa bergantung pada bahan bakar fosil yang semakin kotor. Dengan konsekuensi mengerikan terhadap iklim, karena bahan bakar yang lebih bersih seperti minyak bumi dan gas mulai surut.

Perubahan sudah dimulai dari akar rumput. Di AS, pemerintah pusat dan daerah mendorong pemakaian energi alternatif dengan menawarkan subsidi dan mensyaratkan perusahaan listrik mencantumkan sumber-sumber yang dapat diperbarui dalam rencana mereka. Sementara di Eropa, insentif finansial baik untuk energi listrik tenaga surya dan angin mendapat dukungan penuh, meskipun akibatnya tagihan listrik konsumen meningkat.

Sebagian energi alternatif juga dipakai di negara-negara berkembang, di mana pemakaian energi alternatif merupakan suatu keharusan, tak ada pilihan. Energi listrik tenaga surya, misalnya, populer di masyarakat Afrika yang kurang jaringan listrik dan generator. "Kalau Anda ingin mengatasi kemiskinan, kebutuhan apa yang perlu diperhatikan?" tanya menteri lingkungan hidup Jerman, Jurgen Trittin. "Mereka perlu air bersih dan mereka perlu energi. Untuk memenuhi kebutuhan desa-desa terpencil, energi yang dapat diperbarui cukup menguntungkan:"

Di negara-negara berkembang, ada kecenderungan energi alternatif - yang semula tampak mengagumkan namun tidak realistis - sekarang tak lagi menjadi budaya alternatif. Energi alternatif sudah diterima sebagian besar kalangan. Popularitas energi alternatif kian meningkat. Agaknya kegembiraan kebebasan energi telah mewabah.

Suatu sore tahun lalu, dekat sebuah desa di utara Munich, Jerman sekelompok kecil penduduk kota dan para pekerja meresmikan fasilitas tenaga surya. Tempat ini segera akan melampaui lapangan Leipzig sebagai yang terbesar di dunia, dengan energi listrik enam MW.

Sekitar 15 orang berkumpul di bukit kecil buatan manusia di sampung ladang matahari, dan menanam pohon-pohon ceri di puncaknya. Walikota dari kota kecil nan indah di dekat sana membawa beberapa botol schnapp, minuman keras khas Jerman. Hampir setiap orang meminumnya, termasuk sang walikota.

Kemudian ia mengatakan akan mendendangkan sebuah lagu untuk pengawas konstruksi proyek dan seniman lanskap, dua orang perempuan Amerika. Keduanya berdiri bersama, terserryum lebar, berlatar belakang lapangan panel surya yang menyerap energi. Walikota Jerman merapikan pakaian setelan gelapnya, sedangkan beberapa pria lain bertumpu pada sekop mereka.

Lima puluh tahun silam, saya kira, masih ada kerusakan yang terlihat akibat Perang Dunia II di kota-kota di Eropa. Paling tidak kita masih punya waktu 50 tahun untuk sampai pada akhir dunia lagi, karena habisnya minyak bumi. Tetapi masyarakat berubah, beradaptasi, dan menghasilkan hal-hal baru yang unik. Saya teringat Daniel Shugar tentang "teknologi yang menerobos:"

Di puncak bukit, sang walikota menarik napas dalam-dalam. Ia menyanyi, suara tenornya menggema, setiap nada dan kata dilantunkannya dengau tepat pada keseluruhan lagu O Sole Mio, yang berarti "matahariku ". Semua orang bersorak riang.

DAYA TAHAN ENERGI

Setelah masyarakat memaksa penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir Rancho Seco di California pada 1989, panel-panel surya dipasang di sebagian lokasi. Kekhawatiran limbah radioaktif, biaya, dan keamanan di masa lalu memperlambat pengembangan energi nuklir. Presiden George W. Bush turut mengimbau adanya pembangkit listrik tenaga nuklir baru. Karena energi nuklir menghasilkan listrik sangat besar, reaktor-reaktor akan tetap menjadi penyedia energi utama masa depan.

Sumber :
National Geographic Indonesia, Agustus 2005. Halaman 63-64.
Oak Ridge National Laboratory
ITER Council

No comments:

Post a Comment