Monday, November 09, 2009

Kebenaran relatif, mungkinkah ada dalam kasus Bibit-Chandra?

Akhir-akhir ini media massa, baik elektronik maupun cetak, tak henti-hentinya memberitakan kasus Bibit-Chandra. Berbagai komponen bangsa ikut terlibat dan melibatkan diri dalam penangan kasus ini. Ada MK, ada Kepolisian, ada Kejaksaan, ada DPR (Komisi III), ada TPF, ada LPSK, ada mahasiswa, ada masyarakat, bahkan ada komunitas dunia maya. Media massa juga gak mau ketinggalan dan ikut melibatkan diri dalam mengungkapkan fakta di balik kekisruhan. Dari berbagai pendapat dan pandangan, tampaknya ada suatu misteri yang belum terpecahkan. Pendapat satu pihak dan lainnya malah terasa bersilangan. Padahal masing-masing sudah bersumpah-sumpah segala. Aneh juga ya....

Peristiwa ini mengingatkan saya pada kasus Priok pada beberapa dekade silam. Kasus Priok, kalau gak salah, terjadi pada malem Kamis, 12 September 1984. Malam itu ada ceramah di dekat Bioskop Permai. Biasanya saya ikut mendengarkan ceramah. Saya sepmat dateng ke Masjid Al-Husna di Jalan Enggano, kalau gak salah 2 kali. Isi ceramah sangatlah provokatif, panas di kuping. Yang diserang antara lain azas tunggal Pancasila, Soeharto, Ali Murtopo, kafir, dll.

Malam itu saya dilarang oleh Ortu untuk gak perlu ikut dengerin. Dan ternyata ada kejadian tersebut. Karena waktu itu mdia belum sebebas sekarang ini dalam memberitakan, saya akhirnya pagi-pagi mencoba keliling sendiri. Dengan menggunakan sepeda mini, saya menyusuri Pasar Permai dan sekitarnya. Saya melihat ada sekitar 3 (tiga) bendera kuning di tempat-tempat yang berbeda. Kemungkinan korban tewas akibat kerusuhan tadi malam, pikir saya.

Pagi itu saya melihat petugas pemadam kebakaran membersihkan jalan Yos Sudarso yang dekat SMPN 30, entah kotor karena apa. Pembersihan dengan menggunakan semprotan dari mobil pemadam kebakaran.

Malam itu juga saya mendengar kabar bahwa ada Pak Try dan Pak Benny gak jauh dari rumahku (deket warung pojok). Mereka turun langsung mengendalikan situasi. Tapi sekali katanya saja. Soalnya kami bener-bener gak boleh keluar dari komplek. Jadi gak bisa tahu keadaan secara persis.

Pada hari kamis, 13 September 1984 jam sepuluhan, ada berita di TV. Panglima ABRI, Jend. LB. Moerdani, didampingi Pangdam Jaya (Try Sutrisno) mengadakan jumpa pers. Dalam jumpa pers dikatakan bahwa korban peristiwa Priok adalah 9 orang meninggal. Sementara rumor yang berkembang, korban mencapai ratusan. Tentunya hal ini sungguh membingungkan. Masak pejabat berbohong. Dan masak masyarakat juga berbohong.

Pikir punya pikir, akhirnya saya berkesimpulan sendiri, bahwa kedua pihak sebenarnya sama-sama benar. Kenapa? Saat LB. Moerdani mengeluarkan statement, seharusnya belum pakai titik tapi masih koma. Sehingga, menurut saya, statement lengkapnya adalah "Korban peristiwa Priok adalah 9 orang meninggal, yang dikembalikan kepada keluarganya". Begitulah pikirku. Faktanya, korban di sekitar Permai ada 3 orang. Lalu korban di Koja (akibat Apotik yang dibakar massa) ada sekitar 5 orang (1 keluarga). Satu lagi korban tewas adalah Amir Biki (gak jauh dari rumah saya). Jadi hitungan saya klop lah, 9 orang-an yang meninggal.

Jadi saya pikir, para aktor dalam kasus Bibit-Chandra, sudah mengatakan yang benar. Namun belum sepenuhnya benar. Entah kenapa???

Memang dunia ini fuzzy, gak selamanya digital. Jika digital, maka lawan dari benar adalah salah. Lawan jujur adalah bohong. Namun dalam dunia fuzzy ada semacam membership function, misal : benar sekali, benar, agak benar, mungkin benar mungkin salah, agar salah, salah, dan salah sekali. That's fuzzy world, not whacky world... he he he

Mohon maaf, ada bagian-bagian yang harus dikaburkan, dhilangkan sebagain atau seluruhnya untuk alasan keselamatan dan keamanan.

No comments:

Post a Comment