Monday, August 17, 2009

Fenomena Ponari

Pada beberapa waktu yang lalu, aktifitas Dukun Cilik Ponari mewarnai pemberitaan di TV (maklum gak pernah baca koran). Memang sangat sulit menarik garis logika, bahwa sebutir batu bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Batu dicelupkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian air tersebut diminum atau dibasuhkan ke bagian yang sakit. Sembuh.

Bagi yang berpendidikan tentunya sangat sulit untuk menerima kenyataan ini. Namun ternyata banyak juga warga yang mempercayainya. Entah apa yang ada dalam benak para pengunjung rumah Ponari.


Dalam beberapa kesempatan saya sendiri pernah bersinggungan dengan fenomena sejenis ini. Sewaktu kecil, saya sering diajak mengunjungi seorang kakek di dan sepulangnya dibekali beberapa keping menyan dan kadang kala cincin atau benda lain. Oleh ayah saya diterima saja dan sesampainya di rumah disimpan saja di koper, tidak digunakan atau dimanfaatkan.

Saat kakak saya tugas ke Timtim 2 x 2 tahun, ayah saya memberikan apa yang diterima dahulu kala, karena memang tidak memerlukannya. Saya sendiri juga tidak memerlukannya.

Ada lagi kejadian lain. Kami sempat ke rumah salah seorang Kyai karena mendampingi temen. Dalam audiensi dengan Kyai tersebut, temen saya minta sebotol air yang sudah diberi do'a. Saya sendiri rada aneh melihatnya. Apa hebatnya air yang sudah diberi do'a oleh Sang Kyai. Ternyata beberapa saat kemudian ada buku yang menjelaskan efek do'a kepada struktur air. Jika air dibacakan sesuatu yang baik, maka ia akan membentuk struktur atom yang bagus. Dan jika air dibacakan sesuatu yang tidak baik (katakan dimarahi), struktur atomnya akan ikut tidak karuan.

Logika saya, do'a Kyai akan disimpan oleh air (semacam memori) dan ketika diminum sang air akan menuju ke segala penjuru tubuh dengan membawa sebuah pesan yang baik. Jadi saya rasa ada logisnya juga, air yang sudah diberi do'a akan mampu menyembuhkan. Air mengantarkan do'a kepada Yang Maha Kuasa untuk mencapai bagaian-bagian tubuh tertentu.

Pada kesempatan lain, saya bersinggungan dengan pengobatan alternatif, yaitu ketika kaki saya mengalami kecelakaan. Pada dasarnya saya, sebagai yang sakit, pasrah saja dibawa kemana saja asalkan sembuh. Saya menerima masukan para tetangga dan saudara untuk mencoba alternatif juga berlandaskan logika. Bukan logika bagaimana bisa sembuh, namun logika berupa fakta bahwa banyak juga yang bisa disembuhkan oleh para ahli tulang tradisional. Kalau bagaimana cara penyembuhannya, itu diluar batas kemampuan saya.

Ketika saya mencoba memeriksakan kembali kaki saya ke RS Fatmawati, ada kesan bahwa sang Dokter mencibir saya karena saya telah menggunakan jasa alternatif. Bagi saya ia hanyalah seorang dokter muda yang belum memahami kenyataan hidup. Bagi kami Dokter dan ahli tulang tradisional sama-sama logis. Saya tidak bisa menyalahkan Dokter dan tidak mau juga menyalahkan alternatif. Dari pada mengambil jarak dengan alternatif, kenapa gak kolaborasi saja dengan para ahli tulang tradisional. Sehingga para pasien gak terombang-ambing dalam menemukan tempat pengobatan yang pas. Karena memilih dokter dan alternatif yang baik dan mumpuni juga bukan pekerjaan mudah. Dokter = physician, Fisikawan = physicist.

Foto-foto, klik disini.


No comments:

Post a Comment