Walau jalannya terjal berliku-liku.
Dan pabila sayapnya merangkulmu, pasrahlah serta menyerah,
Walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu.
Dan jika dia bicara kepadamu, walau ucapannya membuyarkan mimpimu,
bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan.
Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu.
Demi pertumbuhanmu, begitu pula demi pemangkasanmu.
Sebagaimana dia membubung, mengecup puncak-puncak ketinggianmu,
Membelai mesra ranting-ranting terlembut yang bergetar
Dalam cahaya matahari,
Demikian pula dia menghujam ke dasar akarmu,
Mengguncang-guncang ikatanmu dengan tanah.
…..
Demikianlah pekerti Cinta atas diri manusia,
Supaya kau pahami rahasia hati,
Dan kesadaran itu menjadikanmu segumpal hati kehidupan.
Namun, jika dalam kecemasan, hanya kedirian cinta dan kesenangannya yang kaucari,
Maka lebih baiklah bagimu menutupi tubuh lalu menyingkir dair papan penempaan,
Memasuki dunia tanpa musim,
Di tempat mana kau dapat tertawa namun tidak sepenuhnya,
Tempat kau dapat menangis, namun tidak sehabis air mata.
Cinta tidak memberikan apa-apa, kecuali keseluruhan dirinya,
Utuh penuh
Pun tidak mengambil apa-apa, kecuali dari dirinya sendiri.
Cinta tidak memiliki ataupun dimiliki;
Karena cinta telah cukup untuk cinta.
Pun jangan mengira bahwa kau dapat menentukan arah cinta,
Karena cinta, pabila kau telah dipilihnya
Akan menentukan perjalanan hidupmu..
Khalil Gibran, Tentang Cinta dari buku ”Sang Nabi”.
Dari Parama Santati (Santi) untuk Ayahanda Arief Budiman
No comments:
Post a Comment