Kalau kita menganggap ledakan bom di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton sebagai sebuah ancaman teror, maka ia akan benar-benar menjadi sebuah teror yang mengerikan (MU jadi batal tanding deh). Namun jika kita hanya menganggap sebuah riak kecil di samudra luas, maka ia adalah nothing. Dapat dianggap seperti sebuah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan bis belaka. Dan malah, kadang kala kecelakaan lalu lintas, jika dilihat dari jumlah korbannya, jauh lebih besar dibanding ledakan bom kali ini. Namun dampak kecelakaan lalin gak sebesar dampak ledakan bom, why?
Atau seandainya media massa gak berlomba memberitakan secara berlebih-lebihan maka ia hanyalah sepenggal peristiwa biasa. Besar-kecilnya peristiwa dan dampaknya (bisa) sangat bergantung cara pemberitaannya, gemana? apakah setuju? Jika setiap hari, setiap jam atau setiap waktu peristiwa yang sama diberitakan terus menerus, maka akan terlihat seolah-olah itu adalah peristiwa besar, dan mungkin besar sekali.
Itulah esensi dari teror. Sang peneror memang harapannya adalah agar masyarakat dan media menjadi panik. Apalagi kalau pejabat dan aparat ikut meramaikan, sang peneror akan merasa berhasil atas upayanya. Kalau saja, seandainya saja kita cuek, mungkin sang peneror jadi pusing sendiri. Namun, apa kita bisa melakukannya?
Warga Bagdad pada khususnya dan Iraq pada umumnya dah biasa menghadapi bom bunuh diri. Hampir tiap hari ada korban ledakan. Sehingga bisa jadi serangan bom sudah bukan dianggap teror lagi. Sudah seperti kecelakaan-kecelakaan lainnya. Mungkin lho.
Kecelakaan dimana pun bisa saja terjadi. Kata peribahasa, untung tak dapat diraih dan malangpun tak dapat ditolak. Pasrahkan saja kepada yang kuasa. Do with my best. Jangan menjadi takut atau paranoid dengan teror. Jika demikian halnya, maka berhasillah tujuan sang peneror. Yang penting adalah slalu waspada terhadap sekeliling dan gak boleh lengah. Namun tetap tidak over react.
No comments:
Post a Comment