Tuesday, July 24, 2012

Manfaat Shalat Berjamaah

Mengapa kita harus sholat di masjid, bukankah sholat di rumah tidak dilarang? Memang shalat di rumah tidak dilarang. Namun orang yang pergi ke masjid dengan niat untuk melakukan sholat fardhu berjamaah dia akan mendapat pahala yang lebih besar. Setiap langkahnya bernilai pahala. Karena itu, semakin jauh perjalanan ke masjid, semakin banyak pula pahalanya.

Masjid adalah satu-satunya tempat mulia dan suci di muka bumi ini, karena kemuliaan ini sampai-sampai orang yang berdiam di dalam masjid saja mendapat pahala. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian berjalan ke masjid untuk menunaikan sholat fardhu, maka semua langkahnya dihitung satu untuk menghapuskan dosa dan yang kedua untuk menaikkan derajat”.

Salah satu kegiatan ibadah yang mengandung unsur sosial, kebersamaan, dan sekaligus ketaatan adalah shalat berjamaah. Di dalam shalat berjamaah tidak ada perbedaam ras, status sosial, usia dan suku. Semuanya sama, semuanya memiliki hak yang sama untuk berada di shaf (barisan) terdepan.

Shalat berjamaah juga mencerminkan kerukunan dan persatuan. Mereka bergerak bersama-sama dalam waktu yang bersamaan, sehingga shalat berjamaah itu enak dipandang seperti sebuah gerak seni tarian kolosal. Inilah gambaran kebersamaan masyarakat dalam mengarungi banyaknya perbedaan diantara mereka.

Manfaat sholat jamaah di masjid selain mendapat pahala dua puluh tujuh derajat lebih baik daripada sholat sendirian juga sebagai bentuk aktifitas bersosial dengan masyarakat sekitar tempat tinggal. Seringkali perkenalan tetangga baru dimulai dari lingkungan jamaah shalat di jamaah di masjid lalu berlanjut ke tahap keakraban bertetangga yang lebih baik.

Shalat berjamaah adalah salah satu simbol ketaatan rakyat kepada pemimpin, selama imam (pemimpin) tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan syara’. Bila imam melakukan perbuatan yang melanggar aturan syara’, maka ia wajib tidak diikuti. Bila imam salah, maka hal pertama yang dilakukan adalah mengingatkan. Bagi jamaah laki-laki, cara mengingatkan adalah dengan membaca istighfar dengan keras. Sedang bagi jamaah perempuan, cara mengingatkan adalah dengan tepuk tangan.

Misalnya dalam satu kesempatan shalat berjamaah seorang imam menambah atau mengurangi rukun fi’liy dalam shalat, maka makmum wajib mufarraqah (berpisah dari imam), lalu melanjutkan sholat sendiri. Ini adalah gambaran kalau pemimpin umat melakukan tindakan dzalim dan sewenang-wenang, maka ia wajib tidak diikuti karena perbuatannya menyimpang dari tatanan syari’ah.

DALIL-DALIL WAJIBNYA SHALAT BERJAMAAH DI MASJID

Wajibkah Shalat Lima Waktu Berjamaah ?

Shalat berjama’ah adalah termasuk dari sunnah (yaitu jalan dan petunjuknya) Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i.

Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.

Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an, As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid.

Diantara dalil-dalil tersebut adalah:

1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama orang-orang yang Ruku’

Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah adalah firman Allah Ta’ala: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-aqarah:43).
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: “Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya: “Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah:43).

Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah. Mutlaknya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya.” (Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).

2. Perintah melaksanakan Shalat berjama’ah dalam keadaan takut

Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata…”.(An-Nisa`:102).

Maka apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: “Ketika Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi.”(Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).

3. Perintah Nabi untuk melaksanakan shalat berjama’ah

Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda: “Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang diantara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) diantara kalian mengimami kalian” (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).

Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama’ah dan perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.

4. Larangan keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan

Sesungguhnya Rasulullah melarang keluar setelah dikumandangkannya adzan dari masjid sebelum melaksanakan shalat berjama’ah. Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah memerintahkan kami, apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan adzan-pent) maka janganlah keluar (dari masjid, red) salah seorang diantara kalian sampai dia shalat (di masjid secara berjama’ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad no. 297, 3/43).

5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Berjama’ah

Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut:

a. Keadaannya yang buta,
b. Tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. Jauhnya rumahnya dari masjid,
d. Adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. Adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. Umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.

Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid”. Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: “Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?” ia menjawab “benar”, maka Rasulullah bersabda: “Penuhilah panggilan tersebut"

Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan wajibnya shalat berjama’ah di masjid bagi setiap muslim yang baligh, berakal dan tidak ada ‘udzur syar’i baginya.

No comments:

Post a Comment