Sunday, April 08, 2012

Suka-duka e-Proc

Pengalaman e-Proc baru kali ini, namun masih ada yang nggak terasa enak dan nyaman. Memang sih ada harapan, bahwa nanti kita dapat barang terbaik dengan harga terendah dan gak perlu ada over head biaya. Perasaan tidak enak dan nyaman, mungkin bukan karena e-Proc nya, bisa jadi karena pelaku dan pelaksananya. Salah satu yang membuat selalu tidak tenang selama pelaksanaan antara lain :
  1. Kita hanya diminta spek, tapi setelah itu kayak masuk ke lautan. Nggak pernah ada kabar beritanya, kecuali dikejar-kejar. 
  2. Komunikasi dan harmonisasi antara user dan panitia jadi hilang. Setahu saya, panitia membantu saya untuk mendapatkan barang yang terbaik. Tapi tampaknya, panitia punya kepentingan sendiri, yang penting proses e-proc sukses.
  3. User nggak boleh membuat spek teknis yang cacat, padahal panitia nggak pernah memberi komentar tentang spek teknis yang sudah dibuat. Yang ada hanya menyalahkan spek. Emang jadi repot, jika komunikasi, rapat, ketemu saja tidak pernah dilakukan.
  4. Saya merasa kurang dianggap (mungkin memang tidak) faham proses lelang, mungkin karena saya tidak mengantongi sertifikat L4 atau sejenisnya. 
  5. Meskipun bidang saya sudah menempatkan seorang staf di panitia, tapi sayangnya dia tidak memahami peran tersebut. Sehingga komunikasi yang seharusnya terjalin antara user dan panitia menjadi mandeg. Misal, saat evaluasi seharusnya bisa berkonsultasi dengan bidang, ternyata tidak dilakukan. Saya terpaksa harus komplain dan ini berakibat salah tafsir atau salah faham.
Perlu disadari bahwa membuat spek teknis yang sempurna adalah sulit. Selalu ada celah yang bisa digunakan oleh rekanan nakal untuk mengingkari kontrak. Seperti membeli sebuah laptop, seharusnya meskipun user hilaf menuliskan asesoris laptop seperti batere, packing, tas, kabel-kabel, adaptor, driver, dll, si rekanan akan tetap memberikan yang biasa dan seharusnya sepaket dengan laptop tersebut.

Memilih rekanan yang nggak nakal apakah bisa dilakukan oleh panitia? Apa panitia mau serepot itu? Apakah panitia memiliki instrumen atau indikator yang bisa diguankan untuk menilai rekanan yang jujur dan memiliki kredibilitas? Apakah ada cara untuk mendeteksi sedini mungkin rekanan yang hanya mau untung sekali waktu saja? Kesalahan penentuan pemenang (yang hanya berdasarkan harga terendah semata), hanya akan menyebabkan penyesalan jangkan panjang di sisi user. Namun tidak demikian halnya kerugian di sisi panitia. Barang sudah diterima dan tidak lengkap, akan ditanggung oleh user dalam jangka yang relatif sangat panjang. Panitia hanya menanggungnya paling banter 3 bulan. Setelah itu dilupakan.

Yang saya tahu indikator untuk menentukan rekanan yang kredibel adalah pembuktian surat jaminan bank dan surat dukungan dari distributor. Jika memang ingin nakal, semua itu bisa disiasati. Namun bagi saya masih ada satu indikator yang bisa mencium segala sesuatu sedini mungkin.

Kekuasaan yang ada di tangan panitia harus diiringi oleh kearifan dan wawasan anggotanya. Tapi sayangnya, 2 parameter ini gak ada sekolahnya.

No comments:

Post a Comment