Stasiun Tanjung Priok berperan sebagai stasiun transit penumpang yang datang ke Batavia melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Di salah satu bagian stasiun, dahulu ada yang berfungsi sebagai hotel yang dilengkapi dengan bar dan restoran. Dapur terletak di lantai dua. Sehingga stasiun cukup baik bagi mereka yang kemalaman. Stasiun tidak hanya untuk angkutan penumpang Batavia dan sekitarnya, namun untuk angkutan penumpang jarak jauh seperti ke Semarang dan ke Surabaya.
Kian lama kemegahan dan keramaian Stasiun Tanjung Priok mulai surut disamping karena tidak beroperasinya lagi beberapa KA penumpang jarak jauh. Kondisi stasiun sempat merana dan tak terawat, baik di dalam maupun di sekitarnya selama berpuluh-puluh tahun. Banyak rel yang tertutup bangunan liar, bahkan hingga daerah Ancol Penjaringan. Kondisi ini saya rasakan juga ketika masa kecil saya di Tanjung Priok. Sesekali bersama-sama teman sebaya (SD) bermain di stasiun sambil membuat pisau kecil dari paku. Pisau dibuat dengan meletakkan paku di rel dan membiarkan kereta melindasnya. Kereta barang yang teronggok di sana sini menjadi tempat hunian liar bahkan tempat prostitusi. Khususnya jika malam menjelang.
Pada awal tahun 2009, PT. Kereta Api (Persero) mulai melaksanakan program konservasi Stasiun Tanjung Priok untuk mengembalikan fungsi seperti masa jayanya. Di antaranya adalah penggantian rel, renovasi rumah sinyal, penggantian keramik lantai, eskavasi ruang bawah tanah (bunker). Kalau bertanya ke pengelola stasiun pada 21 September 2009, program konservasi ini dibiayai dan dijalankan oleh Ditjen Perkeretaapian dan belum diserahkan ke PT. KAI.
Sumber : Majalah KA, edisi Mei 2010. Halaman 26
No comments:
Post a Comment